Rabu, 28 Januari 2009

PENGALAMAN PENELITIAN KU

Oleh : Dearti

1. Pendahuluan
Dalam tulisan ini saya menceritakan pengalaman pribadi selama proses penelitian berlangsung dan memaparkan hasil dari penelitian yang telah saya lakukan. Ada pengalaman-pengalaman saat proses penelitian seperti pada saat wawancara, observasi langsung, menemui tokoh masnyarakat dan pengalaman lainnya. Dalam tulisan ini juga akan diulas sedikit mengenai proses pernikahan Melayu Sambas dari awal hingga akhir acara dan perpaduan Islam dan budaya lokal yang terdapat dalam pernikahan Melayu Sambas.
Pengalaman ini ditulis dengan harapan sebagai bekal para pembaca untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan dalam penelitian.

2. Gambaran Penelitian
Penelitian ini adalah tentang Islam dan Budaya Lokal (studi atas pernikahan menurut adat Sambas di desa Sungai Kelambu kecamatan Tebas kabupaten Sambas). Yang dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di desa Sungai Kelambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosesi pernikahan Melayu Sambas di desa Sungai Kelambu Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas dan mengetahui perpaduan Islam dan budaya local yang terdapat didalamnya. Islam dan budaya lokal adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena Islam hadir dalam masyarakat yang telah mempunyai budaya dan ia hadir sebagai pelengkap dari kehidupan manusia.
Terkadang kita sulit memisahkan antara aturan Islam dan budaya. Tidak semua budaya sesuai dengan ajaran Islam dan harus kita ikuti. Dan tidak selamanya budaya bertentangan dengan Islam sehingga harus kita jauhi. Dalam Sebuah hadis disebutkan bahwa semua ibadah yang tidak diajarkan dalam islam akan tertolak. Disinilah pentingnya kita mengetahui budaya yang seperti apa yang tidak pantas untuk diikuti oleh muslim yang dapat mengakibatkan penyimpangan akidah. Bagaimana kita menghadapi budaya agar sejalur dengan agama.
Dari penelitian yang dilakukan saya menyimpulkan bahwa pernikahan Melayu Sambas terdiri dari:
a. Prosesi Acara Persiapan Upacara Pernikahan Malayu Sambas
Prosesi acara persiapan upacara pernikahan Melayu Sambas dimulai dengan melamar. Apabila lamaran diterima maka akan sekaligus mencikram dengan memberikan barang cikram sebagai tanda sudah dilamarnya seseorang. Setelah beberapa waktu maka akan ada antar barang kemudian menjelang upacara pernikahan disiapkan juga kepanitiaan dengan mengumpulkan warga yang disebut dengan bapadu nyarok, dalam bepadu nyarok tersebut disepakati waktu mendirikan tarup. Tidak lupa bagi mempelai perempuan akan dilaksanakan bepalam yang terdiri dari, belangger, bekasai, beinnai dan betangas.
b. Prosesi Acara inti upacara pernikahan Melayu Sambas
Inti dari proses pernikahan Melayu Sambas dilaksanakam selama 2 hari biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu. Hari pertama disebut dengan hari motong/ kecil sedangkan hari ke dua disebut dengan hari besar. Malam hari sebelum hari besar maka dilaksanakan akad nikah dan pulang memulangkan. Pada hari besar ini ada acara yang disebut dengan dzikir nazam, belarak dan makan damai.
c. Perpaduan antara budaya lokal dengan Islam dalam upacara pernikahan adat Sambas.
Perpaduan Islam dan budaya lokal dapat kita temukan dalam acara melamar, mencikram, akad nikah, pulang memulangkan, dzikir nazam. Secara hukum masarakat Sambas menggunakan syariat Islam tapi dalam tatacara pelaksanaan mereka menggunakan budaya yang sudah mentradisi.

3. Pengalaman yang Berkaitan
Banyak pengalaman yang saya dapatkan dalam penelitian ini. Dibawah ini akan saya bahas pengalaman-pengalaman itu.
Observasi Langsung
Melaksanakan observasi langsung dalam acara pernikahan mempunyai kesan yang sangat berbeda dengan penelitian lainnya. Terutama masalah perasaan. Yang jelas ada rasa bahagia saat melihat seluruh keluarga mempelai bahagia. Ada juga rasa iri melihat kedua mempelai yang begitu mesra di depan kita, saat besanding, saat mereka makan damai, saat berfoto-foto.
Semua kesempatan strategis yang bisa peneliti ikut berpartisipasi, saya lakukan. Seperti menjadi pendamping mempelai wanita (ma’innang) saat akad nikah, pulang memulangkan dan arak-arakan.
Peneliti tidak meninggalkan satupun dari setiap aktivitas dalam pernikahan. Saat observasi sengaja peneliti membawa kamera digital sebagai arsip penelitian. Wah ternyata masyarakat sangat senang jika di foto. Terutama anak-anak dan ibu-ibu. Anak-anak jika melihat saya memegang kamera mereka minta difoto, baik secara individu maupun kelompok. Saat di foto, mereka pasang aksi has anak-anak. Di wajahnya tampak senyum kebahagian. Terkadang mereka mengikuti hingga saya berbaik hati untuk memfoto mereka. Saat saya menjenguk kedapur menemui ibu-ibu yang sedang masak, saya mengambil gambar seperlunya untuk dokumentasi. Awalnya saya mengambil satu gambar saja sebagai bahan dalam menggambarkan situasi yang ada didapur, ternyata ibu-ibu mintanya di foto banyak momen, saat mencuci dagin, memotong dagin bahkan ia meminta memotret cucunya sendiri. Hal ini menjadi bekal bagi peneliti untuk mendekatkan diri dengan masyarakat.
Wawancara Narasumber
Setiap narasumber punya karakter yang berbeda. Yang paling mengesankan adalah narasumber yang udah tua. Lain pertanyaan lain yang dijawab. Seperti pada wawancara dengan pelaksana cikram (muhakam laki-laki) saya menanyakan “Saat mencikram kemaren, apa saja barang-barang yang di bawa?” di jawab biasanya sereh pinang, selendang, kaing potongan dan kerudung. Atau bise juak kain potongan dan selendang jak”. Sebenarnya maksud peneliti adalah pada saat pencikraman yang dilakukannya pada pernikahan yang saya teliti. Dari awal sebenarnya sudah saya jelaskan bahwa penelitian yang saya lakukan adalah pada pasangan tersebut dan pertanyaan yang akan saya ajukan berkisar pernikahan itu bukan pada pernikahan secara umum. Dari pertanyaan yang diajukan sebagian besar di jawab dengan jawaban secara umun dan pernikahan lainnya. Setelah peneliti menjelaskan kembali maksud peneliti. Ia tampak mengingat-ingat dan akhirnya iya mengatakana bahwa ia sudah lupa.
Ada juga narasumber yang sulit berkata jujur apa adanya dan tertutup. Terutama yang berhubungan dengan barang. Seperti saat saya menanyakan jumlah uang yang diterima mempelai dari antar barang. ”k’ waktu antar barang berapa jumlah uang yang diberikan dan untuk apa uang itu dibelanjakan” jawabnya ” ya, cukuplah untuk membantu resepsi nanti. Uang itu untuk kaka’ beli kasur dan biaya pernikahan” Kemudian saya bertanya kembali “ apa saja barang-barang yang diberikan oleh mempelai laki-laki. Jawabnya “ sama seperti umumnya, ada barang-barang kosmetik, handuk. “Apa lagi k’” tanya saya, ia jawab “ndak usah terlalu rincilah, nanti ndak ditanya seperti itu kok oleh dosen kamu. bilang aja yang umumnye, semuanye same dengan pernikahan kakak kamu”. Sepertinya jawaban yang diberikan enggan untuk dikatakan dan saya pun tidak terlalu memaksa beliau mengatakan apa yang tidak ingin disampaikannya agar suasana wawancara tetap baik, terasa saling nyaman dan tidak merasa tertekan.
Ada juga narasumber yang asik bercerita. Pernah saya merasa bosan karena terlalu lama mendengar cerita darinya. Jawaban yang semestinya tidak sesuai dengan pertanyaan yang saya utarakan. Seperti saat peneliti bertanya masalah proses pernikahan dari awal hingga akhir. Sebenarnya maksud saya hanya secara umum dan pokok-pokoknya saja tapi yang dijelaskan sangat mendetail sampai respon masnyarakat terhadap budaya, ia juga menceritakan masalah budaya yang ada di MABM (Majlis Adat dan Budaya Sambas) dan desa-desa lainnya. Untuk menjaga supaya pertanyaan tidak terlalu menyimpang dan panjang, saya lakukan dengan membuat pertanyan baru. Tanpa harus memotong pembicaraannya dengan cara mendengarkan sejenak kemudian bersiap-siap mengajukan pertanyan di sela pembicaraannya.
Menghadap tokoh masyarakat
pertama sekali saya lakukan adalah menghadap kepala desa. Kalo kepala desa sih menerima dengan senang hati. Yang jelas ia sangat mendukung Penelitian yang saya lakukan. Bahkan ia sudah tahu sebelumnya dari orangtua saya. Ia dengan semangatnya minta hasil penelitian yang akan saya lakukan.
Selain itu saya juga ke kantor camat untuk menambah data penelitian. Mendatangi kantor camat merupakan hal yang baru bagi saya. Dengan semangat penelitian apapun rintangannya saya hadapi. Sebenarnya saya termasuk tipe mahasiswa yang tertutup, sulit bergaul, dan sedikit berbicara. Hal tersebut sangat berpengaruh saat saya menghadap pegawai kecamatan dan tokoh masyarakat. Akibatnya ada masnyarakat terkesan tidak akrab dengan peneliti. Rintangan yang paling kuat adalah menghilangkan rasa malu berhadapan dengan pegawai kecamatan. Saya malu karena dibanyangan saya pegawai kecamatan adalah orang yang super sibuk dan tidak ramah, orang-orang yang berhadapan dengan mereka adalah orang-orang yang terpandang di masyrakat. Untuk mengatasinya saya mulai dengan meyakinkan hati bahwa ” mereka juga manusia, tidak ada yang perlu ditakuti” juga saya sering mengatakan pada diri sendiri ” Apasih yang tidak bisa dan tidak mungkin didunia ini”. Kata-kata motivasi sangatlah penting untuk menumbuhkan keberanian dan keyakinan.

Pengalaman Lainnya
Setelah observasi dan wawancara tentunya harus ada laporan. Menyusun laporan inilah yang berat bagi penulis. Menyusun kata-kata yang baik ternyata tidaklah semudah yang kita bayangkan. Terkadang maksud yang ingin kita sampaikan tidak sama dengan apa yang kita tulis, kesulitan memilih kosakata yang tepat, mengaitkan antar paragrap dan bingung menentukan dari mana akan memulai tulisan.
Belum lagi computer yang suka bermasalah, rusaklah, viruslah, printer henglah. Computer yang saya miliki memang computer lama. Waktu saya membelinya juga sudah seken, saya membelinya tiga tahun yang lalu. Computer Pentium tiga seleron dengan monitor Samsung. Seingat saya selama penelitian computer terserang virus satu kali, virus yang tidak saya kenal tapi yang jelas virus ganas yang jika dia muncul maka computer akan mati dengan sendirinya, pernah juga mainboardnya rusak satu kali, memori kotor satu kali, printer bermasalah tiga kali. Printer tak berfungsi karena sudah banyak ngeprin jadi harus dipormat ulang lagi oleh ahli servis komputer. Pernah juga saat itu ada bagian dalam printer tersebut patah. Sehingga harus diganti alatnya. Wajar sih printer dan computer suka bermasalah karna selain digunakan untuk pribadi saya juga menjadikannya sebagai sumber pemasukan dalam kata lain dijadikan rental computer. Padahal ketika itu perbaikan harus saya serahkan secepatnya. Tapi masalah computer semuanya terhambat. Ih pokoknya macam-macam masalahnya, yang bikin saya jengkel dan pusing.
Pada saat bab 3-5 saya memutuskan minta dibelikan laptop dengan orang tua dan menjual computer tersebut. Dengan perjanjian skripsi selesai tahun 2008. akhirnya laptop dapat saya beli dengan uang penjualan computer, beasiswa bantuan skripsi dan uang dari orang tua. Alasan beli laptop adalah saya sibuk PPL dan jarang dirumah. Saat menyusun skripsi saya juga sibuk organisasi, banyak program dalam organisasi yang harus dilaksanakan. Berhubung saat itu saya masih sebagai pengurus inti dalam salah satu organisasi intra kampus.
Belum lagi penyakit malas yang suka melanda. Kalo udah malas tidak ada obatnya kecuali membangun motivsi awal. Untuk mengatasi masalah kehilangan motivasi biasanya saya ke gramedia membaca buku-buku ringan seperti novel dan majalah. Biasa juga saya pergi kemujahidin sendirian sejak magrib sampai isya, atau sholat zuhur sambil mendengar kajian duhur. Sebagai refresing terkadang saya main games di komputer. Walaupun sebenarnya main games bisa menghilangkan kesuntukan/ lemah semangat tapi ia berakibat buruk jika tidak di manajemen dengan baik. Saking asyiknya kita lupa waktu dan tugas-tugas terbengkalai. Karna permainnan tersebut sangat menyita waktu saya, jadi saya putuskan untuk mendelete semua program permainan yang ada di computer.

4. Diskusi
Penyusunan skripsi/penelitian sebenarnya bukanlah hal yang amat sulit. Hanya saja kita tidak paham tata cara menulis skripsi sehingga kita menjadi bingung. Bingung karna kita tidak mengerti. Menulis skripsi tidak perlu sampai demam, stress, tidak perlu tanpa tidur malam dan tidak perlu pulang kampung dulu untuk mebangun semangat baru. Kesulitan terbesar bukan terletak pada saat terjun kelapangan tapi kesulitan penyusunan terletak pada pribadi penyusun. Apakah ia serius atau tidak dan bagaimana sikap ia menghadapi masalah-masalah dalam penelitian. Kehilangan motivasi adalah hal yang wajar. Tugas kita adalah bagaimana memperbaharui motivasi tersebut sehingga menjadi sebuah komitmen yang akan menjadi penggerak dalam sebuah penelitian.
Dalam menentukan informan kita harus elektif. Penguasaan terhadap permasalahan sangat diutamakan. Walaupun Orang tersebut sudah sangat tua. Informasi dari orang tua sangat kita perlukan apalagi jika meneliti tentang budaya. Sifat pelupa bagi orang tua adalah wajar. Tapi kita banyak dapat informasi yang lebih akurat pada zaman lampau. Informan yang asyik bercerita sehingga jawaban sangat meluas dan menyimpang dari pembahasan harus dapat kita arahkan kembali pada pokok permasalahan.
Dengan adanya kamera dapat menjadi kekuatan kita untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat. Karna masyarakat desa biasanya sangat senang saat di foto.
Pengalaman observasi sangat mengajarkan kita berbaur dengan masnyarakat. Seluruh aktifitas yang kita lakukan akan menjadi perhatian mereka. Seperti cara kita menyapa, cara kita berjalan, duduk, dan memulai komunikasi.
Pengalaman-pengalaman diatas dapat menjadi tolak ukur sejauh mana kemampuan kita dalam menbangun komunikasi dengan masnyarakat. Hindari sikap-sikap tertutup sehingga menghambat proses penelitian. Pengalaman penelitian akan menjadi pengalaman yang indah untuk dijadikan kenangan.

5. Penutup
Pengalaman penelitian sangat menguntungkan kita. Mendidik keberanian, keterampilan berkomunikasi dengan masyarakat dan belajar dengan masyarakat. Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat.

Lampiran

1 komentar: